Polisi negara diduga melakukan ‘penghalang keadilan’ di Sulawesi Utara

Hukum8 Dilihat
banner 468x60

JAKARTA (GATRANEWS) – Oma Memie Kaurong (72) berkunjung ke Mapolrestabes Polri untuk menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran hukum yang melibatkan sejumlah aparat kepolisian di Sumatera Utara oleh putranya.

banner 336x280

Saat ditemui di SPKT Propam Polri, Senin, Mamie didampingi putrinya Ceilia Audrey Irawan mengaku telah mencari keadilan bagi putranya dalam kasus KDRT selama 2,5 tahun.

Baca juga: Polisi selidiki enam CCTV dalam kasus penemuan mayat di Riau DR

Sedikitnya 16 anggota Polri dilaporkan terlibat. Mereka dari Polres Maesa, Polres Bitung dan Polda Sulawesi Utara. Tindakan yang dilaporkan melibatkan penahanan tanpa alasan, laporan polisi non-prosedural terkait kekerasan dalam rumah tangga, penangkapan non-prosedural, penetapan DPO, dan partisipasi dalam dugaan otopsi yang aneh.

“Kasus (KDRT) itu terjadi di Sulut dan kami hanya mencari keadilan, sama seperti ibu Brigjen Josua, saya merasa tidak adil kepada anak saya, ditetapkan sebagai tersangka, sebagai DPO, ditahan dan dicari,” kata Mimi.

Lebih lanjut, Ceicilia Audrey Irawan menjelaskan, kasus terhadap keluarganya berawal dari laporan KDRT yang diajukan mantan istri adiknya Andre Irawan, Landy Irene Rares.

Menurutnya, proses hukum yang dilalui adiknya adalah upaya menghalangi keadilan, mulai dari identifikasi tersangka, pemanggilan, penangkapan dan penahanan.

“Kakak saya selalu dicurigai tidak memiliki kasus, mendapatkan informasi dengan cara yang aneh,” kata Cecilia.

Yang lebih meresahkan, katanya, adalah ketidakteraturan dalam laporan post-mortem yang dikeluarkan oleh Landy Irene Rares, yang diberi nama dan usia yang berbeda. Sebuah laporan post-mortem yang dikeluarkan oleh rumah sakit umum di Sulawesi Utara mencantumkan nama pasien berusia 44 tahun Lendi Rares, meskipun pelapor berusia 46 tahun pada saat post-mortem pada 20 Februari 2020.

Keanehan lainnya adalah teks dalam dokumen visa ditulis dengan mesin tik. Hasil visa ditandatangani oleh Dr. Tassya F. Poputra menyatakan, pasien mengalami luka gores 3 cm x 0,1 cm di dada bagian atas dekat leher, garukan 0,9 cm x 1 cm di pelipis kanan, dan sayatan 1,5 cm x 0 di lengan bawah kanan, 1 cm. .

Selain itu, terdapat lebam dan bengkak pada dahi berukuran 4cm x 4,5cm yang didiagnosis sebagai lecet, memar dan bengkak. Dalam kesimpulannya, tertulis bahwa kondisi tersebut mungkin disebabkan oleh benda tajam.

“Hasil post-mortem ini sangat berat sehingga saudara perempuan saya dijatuhi hukuman satu tahun penjara di Pengadilan Madano Magistrate dan saat ini dalam proses pembalikan,” katanya.

Memie dan putrinya melakukan segala upaya untuk mendapatkan keadilan bagi putra mereka, bahkan sampai pada titik di mana upaya praperadilan sulit bagi mereka karena mereka mencurigai pelapor adalah pegawai negeri yang berpengaruh di kota.

Memie juga mengirimkan surat terbuka kepada Kapolri yang membahas dugaan pelanggaran keadilan oleh putranya.

Dia juga menyesalkan tidak berbicara kepada media lebih cepat untuk membawa kasusnya ke perhatian polisi karena itu merupakan aib bagi keluarga.

Laporan Memie telah ditanggapi oleh Satuan Reserse Kriminal Polri yang telah mengeluarkan surat pemberitahuan perkembangan penanganan Dumas (SP3D), termasuk surat terbuka kepada Kapolri Pol. Listyo Sigit Prabowo di-cc ke Presiden Joko Widodo.

Berita tersebut disiarkan di GATRANEWSnews.com dengan tajuk: Polda Sulawesi Utara didakwa ‘menghalangi keadilan’

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *