lebak (GATRANEWS) –
Aktivis perempuan Ratu Mintarsih mengatakan, penyebab paling umum terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah perselingkuhan atau pihak ketiga yang berujung pada pertengkaran dan perselisihan antar pasangan.
Ia juga mengatakan bahwa perkembangan penggunaan teknologi digital untuk mempermudah komunikasi saat ini menjadi salah satu penyebab terjadinya kasus perselingkuhan.
“Mereka selingkuh, mungkin dengan teman sekolah, teman kuliah, remaja atau saling mengenal melalui media sosial dan WhatsApp,” katanya.
Selama ini kasus KDRT cenderung meningkat karena kemudahan penggunaan teknologi digital online untuk selingkuh, ujarnya.
Saat ini, kekerasan dalam rumah tangga terjadi di semua lapisan masyarakat, dari yang berpendidikan tinggi hingga yang berkuasa, dari seniman hingga orang miskin.
Saya kira kebanyakan kekerasan dalam rumah tangga di masyarakat karena perselingkuhan dan komunikasi yang mudah melalui media sosial sehingga menimbulkan pertengkaran dan perselisihan yang berujung pada kekerasan,” kata Ketua Gerakan Organisasi Perempuan (GOW) lebak.
Menurutnya, penyebab KDRT saat ini bukan lagi karena alasan ekonomi, karena banyak masyarakat dari keluarga berpenghasilan rendah yang masih sangat harmonis dalam membangun rumah.
Di Lebac, keluarga masyarakat mulai dari rumah tangga pemulung hingga pekerja bangunan, tukang becak dan ojek hidup tanpa terdeteksi dalam kekerasan dalam rumah tangga.
Namun, dia mengatakan kasus menonjol saat ini adalah kekerasan seksual terhadap anak, yang sedang meningkat.
Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, baik suami maupun istri tentunya harus saling mengetahui kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Jika mereka bisa bersatu dan saling memahami kelebihan dan kekurangan masing-masing, kekerasan dalam rumah tangga pasti tidak akan terjadi.
Sebab, prinsip pernikahan adalah membentuk keluarga sakinah, mawadah dan warohmah atau keluarga damai yang penuh cinta dan kasih sayang.
Juga dalam keluarga tentunya perlu mengetahui tentang agama, karena tanggung jawab akan berlanjut di akhirat.
“Saya percaya jika mereka saling memahami kepribadian dan memahami keyakinan agama dalam keluarga, kekerasan dalam rumah tangga pasti tidak akan terjadi,” kata mantan Kepala Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten lebak itu.
Ia mengatakan, pihaknya sangat mendukung penindakan KDRT karena mereka justru melakukan kekerasan baik terhadap perempuan maupun laki-laki.
Saat ini kasus KDRT sudah memiliki UU No. 2. Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
“Kami sering disertai kekerasan dalam rumah tangga dari laporan hingga proses pengadilan distrik,” katanya.