tangerang (GATRANEWS) – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan ketua umum kelompok advokasi akan menjabat maksimal dua periode untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan.
“Pemimpin organisasi advokasi menjabat selama lima tahun, dan jabatan yang sama hanya dapat dipilih kembali satu kali, dengan atau tanpa pemilihan kembali, dan tidak merangkap pimpinan partai politik. Ketua MK Anwar Usman , dibacakan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU.-XX/2022, Senin (31/10/2022).
Menurut putusan MK, Dr. Fahri Bachmid, pakar konstitusi Universitas Muslim Indonesia (UMI), berpendapat secara konstitusional, kedudukan dan keberadaan ketua DPN Prof. Peradi tidak memiliki akibat atau implikasi hukum. faktanya. PhD.Otto Hasboan
Oleh karena itu, secara hukum, Ketua Peradi saat ini dapat menjabat dan menyelesaikan masa jabatannya hingga akhir masa jabatannya, yang pada hakikatnya merupakan perintah konstitusional yang dibuat oleh Putusan MK Nomor 91/PUU-XX/2022 itu sendiri.
Dengan demikian tugas konstitusional tetap dapat dilaksanakan oleh Otto Hasibuan selaku Ketua DPN Peradi yang berada di bawah kekuasaannya berdasarkan UU RI No. Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Fahri Bachmid mengatakan, pertimbangan hukum putusan MK tersebut mencakup unsur-unsur tersebut, khususnya pada poin (3.18) halaman 41. “Penalaran” adalah sebagai berikut:
Dengan memperhatikan ketentuan Pasal 28(3) UU
Pasal 18/2003 inkonstitusional bersyarat, seperti dalam Pasal 18/2003 [3.17]sebenarnya sangat mungkin ada pimpinan organisasi advokasi yang menduduki jabatan yang sama lebih dari 2 (dua) periode sebelum keputusan status quo.
Oleh karena itu, demi kepastian hukum dan tidak menimbulkan masalah bagi organisasi perlindungan hak, maka pimpinan organisasi perlindungan hak yang bersangkutan tetap menjalankan tugasnya sampai dengan habis masa jabatannya, kemudian melaksanakan masa jabatan ketua organisasi. Makna baru dari norma Pasal 28(3) UU 18/2003 ini disesuaikan dengan keputusan status quo”.
Oleh karena itu, atas dasar “ratio decisionndi”/alasan hukum” yang ditunjukkan dalam pertimbangan hukum putusan MK, tentu sangat diperlukan, karena MK sebenarnya telah memoderasi situasi hukum guna menciptakan tatanan organisasi. entitas advokat itu sendiri tatanan sosial dalam
Fahri Bachmid berpendapat bahwa selain jalan keluar dan jalur konstitusional bagi pengadilan itu sendiri untuk membuat keputusan “status quo” terkait dengan implikasi konstitusional dan yuridis dari peristiwa tertentu dalam organisasi Advokat, misalnya, memungkinkan ketua organisasi advokasi saat ini untuk menyelesaikan masa jabatannya,” katanya.
Menurut Fahri Bachmid, sebenarnya berdasarkan ketentuan Pasal 47 UU No. 47. Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 24 Tahun 2003 menetapkan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana diumumkan dalam sidang paripurna yang terbuka untuk umum.
Akan tetapi, putusan MK itu diterapkan ke depan, bukan ke belakang, oleh karena itu sebelum putusan MK diucapkan, semua subjek hukum dan subjek hukum menurut sistem hukum yang lama, setelah sistem hukum yang baru, tetap harus dianggap sah. Setelah Mahkamah Konstitusi membuat keputusan seperti itu.
Oleh karena itu, segala perbuatan hukum yang terkait dan didukung oleh norma Pasal 28 (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003, tidak mengatur batas masa jabatan pimpinan organisasi pertahanan karena ketentuan mengenai masa jabatan. Menurut Pasal 28(2) UU No. 18/2003, pimpinan organisasi advokasi termasuk dalam susunan organisasi advokasi yang diatur dalam UU No. AD/ART. , harus dianggap dan ditafsirkan sebagai konstitusional sampai keputusan pengadilan menyatakan lain.
Fahri Bachmid, Direktur Eksekutif Pusat Studi Tata Negara dan Pemerintahan (PaKem) Fakultas Hukum UMI menjelaskan, terkait Putusan MK Nomor 91/PUU-XX/2022 secara teoritis merupakan model pengambilan keputusan konstitusional yang terbatas. . Di bidang Mahkamah Konstitusi dikenal konsep “konstitusi terbatas” yang berarti dalam jangka waktu tertentu ditoleransi untuk membuat aturan-aturan yang sebenarnya bertentangan dengan konstitusi.
Berbeda dengan model pengambilan keputusan “konstitusional bersyarat” atau model pengambilan keputusan “konstitusional bersyarat”, dimana keputusan dinyatakan tidak bertentangan atau melanggar aturan konstitusi pada saat pengambilan keputusan.
Namun, nantinya akan bertentangan dengan Konstitusi dengan melanggar ketentuan putusan Mahkamah Konstitusi, maka model putusan konstitusional yang terbatas dimaksudkan untuk memberikan ruang bagi transisi aturan yang melanggar Konstitusi untuk tetap berlaku dan mengikat undang-undang sampai waktu tertentu. Efektivitas karena mereka sadar akan pertimbangan yang bijaksana.
Menurutnya, putusan MK saat ini sudah termuat dalam paradigma putusan dengan model konstitusional terbatas, yang artinya perintah MK dalam Putusan Nomor 91/PUU-XX/2022 adalah mengabulkan sebagian permohonan pemohon; dan menyatakan bahwa Pasal 28(3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang
Advokat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4288) menyatakan bahwa “Kepemimpinan organisasi advokasi tidak dapat dilakukan bersamaan dengan kepemimpinan partai politik, baik di tingkat tingkat pusat atau daerah.
Fahri Bachmid mengatakan hal itu melanggar UUD 1945 dan tidak mengikat secara hukum selama tidak dijelaskan bahwa “pemimpin kelompok advokasi menjabat selama lima tahun dan hanya dapat dipilih kembali satu kali.” Jabatan yang sama, baik berturut-turut maupun tidak, tidak merangkap sebagai pimpinan partai politik di tingkat pusat atau daerah.
Akan tetapi, sepanjang menyangkut jabatan ketua organisasi advokasi yang menduduki jabatan yang sama lebih dari 2 (dua) periode sebelum putusan MK tersebut, argumentasi MK sebenarnya sangat mungkin terjadi selama dua periode sebelum keputusan status quo, ada pemimpin kelompok advokasi yang lebih banyak memegang posisi yang sama.
“Oleh karena itu, demi kepastian hukum dan tidak menimbulkan masalah bagi organisasi advokasi, pimpinan organisasi advokasi yang bersangkutan tetap menjalankan tugasnya sampai akhir masa jabatannya dan kemudian mengisi masa jabatan pimpinan organisasi. akan direstrukturisasi,” pungkas Fahri Makna baru untuk pengaturan Pasal 28(3) UU No 18 Tahun 2003. Sebagai putusan status quo.