tangerang (GATRANEWS) – Dekan Fakultas Hukum Universitas Riau (UNRI) Dr Mexasai Indra menegaskan, praktik pemilu dengan sistem proporsional terbuka selama ini telah mengubah peserta pemilu menjadi calon legislatif berbasis perseorangan atau perseorangan.
“Individu menjadi peserta pemilu sejati melalui sistem proporsional terbuka untuk memilih kandidat,” kata Mexasai yang juga pakar konstitusi dalam keterangan yang diterima Kamis.
Dia menjelaskan, berdasarkan Pasal 22E(3) UUD 1945, parpol mengikuti hak pilih umum untuk memilih anggota DPR dan DPRD. Pasal 22E ayat 3 UUD memuat hakikat partai politik normatif yang lazim terdapat di negara-negara demokrasi, dan status partai politik sebagai pilar demokrasi Bagi negara-negara yang menganut demokrasi konstitusional, partai politik merupakan organ fundamental untuk melaksanakan kedaulatan rakyat. .
Dalam kondisi tersebut, institusi politik semakin mengarah pada politik bebas atau pasar bebas, yang lebih mengutamakan prestise individu ketimbang sistem kepartaian. Hal ini menyebabkan perubahan dalam prinsip-prinsip konstitusi pemilu.
“Sistem politik liberal ‘pasar bebas’ hanya memperlakukan partai sebagai mobil atau perahu untuk ditunggangi investor besar. Pada titik inilah oligarki menyukai sistem proporsional terbuka karena mereka dapat ‘membeli’ partai dan membajak partai politik,” kata Mexasai .
Meskipun UUD tidak secara harafiah menyatakan sistem pemilu yang mana yang harus dilaksanakan, namun sistem yang diterapkan harus mencerminkan kehendak Pasal 22E, Pasal 3 UUD 1945.
Menurut Mexasai, ada tantangan dengan sistem proporsional tertutup, meski pelaksanaan pemilu akan lebih sederhana dan murah. Namun, tantangannya adalah apakah partai politik dapat menjalankan tugas kader politiknya dengan baik.
Peran pendidikan politik harus kita mainkan sepenuhnya agar parpol bisa memilih calon yang terbaik untuk kepentingan rakyat.
“Dalam sistem pemilihan partai ini, partai perlu diperbaiki karena kalau tidak, maka masyarakat tidak akan memilih partai,” ujarnya.