tangerang (GATRANEWS) – Tafsir Ketua Umum Partai Demokrat Megawati Soekarnoputri dalam rangka HUT ke-50 PDIP menyampaikan dukungan kepada partai dan presiden, kata beberapa ahli konstitusi.Hubungan antara merupakan pernyataan konstitusional, berdasarkan latar belakang konstitusi Indonesia.
Jimmy Usfnan, pakar hukum tata negara Universitas Udayana, dalam keterangan resmi mengatakan pasca reformasi, UUD 1945 memberikan banyak ruang bagi partai politik untuk memerintah.
Ruang ini termasuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam pemilihan presiden, serta ketika presiden dan wakil presiden meninggal dunia, mengundurkan diri, diberhentikan dari jabatannya, atau tidak dapat memenuhi kewajiban masa jabatan yang diamanatkan. Pasal 6A(2) dan Pasal 8(3). ) UUD 1945.
Kemudian UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan UU No. 2 Tahun 2011 (UU Parpol) menjelaskan bahwa keberadaan partai politik dibentuk secara sukarela oleh sekelompok warga negara Indonesia berdasarkan kehendak dan cita-cita yang sama.
“Artinya, setiap parpol memiliki prinsip dan ciri khas masing-masing yang sejalan dengan Pancasila dan UUD 1945 sebagaimana diatur dalam Pasal 9 UU Parpol,” ujarnya dalam keterangan yang diterima di tangerang, Jumat.
Kemudian, ketika seorang warga negara direkrut oleh partai pengangkut untuk menjadi calon Presiden dan Wakil Presiden, warga negara tersebut secara sadar mengabdikan dirinya untuk memperjuangkan kebaikan bangsa dan negara melalui garis, prinsip, sifat, dan cita-cita yang dimiliki. telah didukung. Didirikan dalam partai politik. “Atas dasar itu, hubungan antara presiden dan partai pendukung tidak boleh terputus,” katanya.
Direktur Eksekutif, Pusat Studi Hukum dan Pemerintahan (PUSHAN), Ph.D. Oce Madril menambahkan, dalam konteks pemerintahan, kebijakan presiden harus mencerminkan karakteristik partai yang didukungnya. Praktek di banyak negara menunjukkan bahwa agenda kebijakan presiden mencerminkan karakteristik platform partai pendukung.
Mengambil Amerika Serikat sebagai contoh, dapat diperkirakan bahwa kebijakan presiden tidak akan jauh berbeda dengan kebijakan Partai Republik atau Demokrat. Pandangan partai terhadap isu menjadi acuan kebijakan presiden.
“Seharusnya di Indonesia juga sama. Konstitusi menegaskan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden diajukan oleh partai politik atau gabungan partai peserta pemilu. Jadi, presiden dan wakil presiden adalah satu kesatuan politik.” partai, dan platform perjuangan partai tentunya menjadi acuan agenda kebijakan presiden. Hal-hal tersebut tidak dapat dipisahkan,” ujar Oce dalam keterangan resmi.
Oce Madril kemudian menambahkan perlu adanya hubungan yang kuat antara partai politik pendukung dengan presiden agar pemerintahan dapat stabil dan berfungsi efektif serta agenda kebijakan strategis presiden dapat didukung oleh majelis politik.
“Ini salah satu pertimbangan mendasar mengapa diperlukan president threshold dalam mencalonkan presiden dan wakil presiden agar presiden memiliki dukungan politik yang kuat dalam menjalankan kebijakannya sehingga kita memiliki sistem presidensial yang efektif,” ujarnya.
Sementara itu, Dr. Mexsasai Indra, Dekan Fakultas Hukum Universitas Riau, menjelaskan Putusan MK No. 35/PUU-IX/2011 menggarisbawahi salah satu tujuan partai politik, yaitu sebagai penyerap, pengumpul dan penyebar konstitusi, Asimilasi dan menyebarluaskan aspirasi politik rakyat dalam perumusan dan perumusan kebijakan nasional.
Oleh karena itu, berdasarkan tujuan partai-partai, hubungan antara partai-partai yang mendukung mereka dan presiden tidak dapat dihancurkan, tetapi harus diperkuat untuk berjuang bersama untuk kepentingan negara dan negara, melalui perumusan kebijakan oleh para pihak. negara berdasarkan keinginan rakyat yang dibimbing melalui para pihak.
Kemudian beralih ke Mexsasai, Putusan MK No. 35/PUU-IX/2011 menjelaskan bahwa tujuan partai politik bukan hanya mencalonkan diri, tetapi jauh dari pendidikan politik, suasana yang kondusif, rekrutmen politik, dll. bagi anggota partai dan masyarakat luas. Proses pengisian jabatan politik secara demokratis melalui mekanisme.
“Oleh karena itu, setiap partai politik harus berupaya untuk mengembangkan kader-kader terbaik untuk jabatan politik, termasuk calon presiden dan calon wakil presiden,” katanya.
Pakar hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Dr. Agus Riwanto menambahkan, presiden adalah kader partai politik sejak dicalonkan dalam pemilihan presiden hingga menjadi presiden. Dari perspektif hukum pemilu, partai politik sebenarnya memiliki hubungan yang sangat erat dengan calon presiden (Capres). Karena UUD 1945 diubah mengubah mekanisme yang diatur dalam Pasal 6A Ayat 1 UUD 1945 bahwa pemilihan presiden tidak dipilih oleh MPR RI tetapi dipilih langsung oleh rakyat. Selain itu, UUD 1945 sudah mengatur bahwa mekanisme pemilihan presiden harus melalui mekanisme partai politik. Pasal VI ayat 1 dan 2 menjadi dasar keberadaan fundamental partai politik dalam UUD.
Lebih lanjut, menurut Agus, tata cara pemilihan presiden diatur dalam UU No 1. Nomor 22 Tahun 2018 tentang Pemilihan Umum dan PKPU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden mengatur syarat-syarat calon. Persyaratan pencalonan antara lain berupa penegasan bahwa calon presiden adalah pasangan yang diajukan oleh partai atau gabungan partai yang memiliki visi yang sama untuk memenuhi ambang batas 20% kursi DPR atau 25% suara sah secara nasional di DPR. pemilihan terakhir.
Keputusan calon presiden semata-mata ditentukan oleh mekanisme partai politik atau gabungan partai politik dan berhak mengadakan perjanjian dengan partai politik pendukungnya. gabungan partai politik dicap oleh pimpinan partai dan diajukan ke KPU. Jika tidak terwujud, maka seseorang tidak bisa mencalonkan diri sebagai presiden.
Agus menjelaskan hal itu sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 8. 007/PUU-II/2004, Adanya perbedaan antara hak konstitusional warga negara dengan hak konstitusional partai politik. Dimana menjadi calon presiden merupakan hak setiap warga negara, namun hak tersebut tidak dapat diwujudkan sendiri, harus dicalonkan oleh partai politik. Dengan demikian, partai politiklah, bukan individu warga negara, yang memiliki hak konstitusional untuk mencalonkan calon presiden.
“Calon presiden adalah kader partai, bukan perseorangan. Oleh karena itu, dari mencalonkan diri sebagai capres hingga menjabat sebagai presiden, hubungannya dengan partai pendukung harus kuat. Padahal, visi misi dan program yang akan dijalankan oleh Calon Presiden dalam kampanye Pilpres dan akan dilaksanakan pada saat terpilih menjadi Presiden merupakan cerminan dari Visi, Misi dan Program berdasarkan ideologi partai politik yang diusungnya selama kampanye,” kata Agus Riwanto.